Senin, 21 Juni 2010

Part 5

TENTANG DIA

Siang ini sangat terik, maklum sudah mulai musim panas, eh, musim kemarau (emang di Jepang, pake ada musim panasnya?). Indra mengajak Shin untuk nonton bareng alias nomat. Tadinya Shin males banget pergi, gimana enggak males? Ngantrinya itu lho! nggak kuaaaat!. Tapi berhubung Inda ngebujuk Shin pake paket tiket dan snack gratis dan mohon - mohon segala, akhirnya Shin pergi juga ke twenty one yang tadi siang ditunjuk Indra. Dengan alasan harus menghadap guru dulu sepulang sekolah, Indra menyuruhnya pergi lebih dulu dan membeli tiket terlebih dulu.
Setibanya di sana, antrian masih sepi, jadi Shin memilih untuk segera duduk di sofa ruang tunggu yang sedikit terang sambil membaca komik detective Conan edisi terbitan terakhir yang dibawanya. Shin memang Conan maniak! Lihat aja di kamarnya penuh dengan koleksi komik Conan, CD Conan, dari yang bahasa Indonesia sampai yang bahasa Jepang asli! Baru beberapa halaman Shin membaca Conan-nya, Shin dikagetkan oleh sapaan seorang gadis yang berdiri di depannya. Reina!
“Sudah lama, Shin?”
Reina, gadis tinggi semampai berkulit putih itu berdiri menatap Shin yang tampak kebingungan. Rambut panjangnya yang sepinggang dan hitam kecoklatan yang berkilau itu kini terikat rapi dengan pita yang senada dengan warna bajunya . Sebuah tas mungil tergenggam di tangannya. Setelan baju senada dan rok panjang senada membuatnya semakin anggun.
“Shin? “. Sapa Reina.
O…o…
“Eh iya, aku baru datang, kamu dateng sama siapa? With whom? Your friend?” Shin berusaha menutupi sikapnya yang semakin salah tingkah.
“ I m alone, kan kata Indra kamu nyuruh aku dateng sendiri? Why?”
“Indra? Indra bilang seperti itu?”
“Iya, kenapa? kayaknya aku yang bingung deh, tapi kok malah kamu yang bingung.” Reina terlihat bingung dengan ekspresi Shin yang berubah.
“O.. No, it’s ok, nggak pa – pa, aku tinggal sebentar ya.. five minutes” Shin meninggalkan tempat duduk Reina beberapa meter setelah minta izin sebentar pada gadis itu. Shin segera meraih handphonnya dan menekan nomor yang sudah sangat ia hapal dengan terburu – buru. Siapa lagi kalau bukan… Indra.
“Halo…kenapa lagi sih Shin?” terdengar suara Indra seperti menahan tawa diseberang sana.
“Ndra, Do-iu imi?” Shin tak mengerti.
“Maksud apa? Harusnya lu makasih dong sama gw. say thank’s for me.”
“Makasih apa? For What? Nani?! Hahh?!”
“Duuuhh, jangan sewot dong! Abis gw gregetan liat lo, ya udah, gw bilang aja ke Reina kalo lu ngajak dia nonton hari ini. He…he…gw hebatkan?”
“Where are you?”
“At home.”
“Nani?!” Shin melirik jam mungil yang melingkar di tangannya. Sepuluh menit lagi film akan dimulai, sedangkan Indra? At Home?
“Shin.. Yah… Shin, lu kok jadi telmi sih? Ya jelas gw lagi di rumah, yang lu telpon ini kan nomer rumah.. Selamat nonton ya, have nive day..!! daaaaaagh..… he…he…”
Click!. Terdengar telepon di seberang sana ditutup dengan nada yang amat sangat senang. Kalau Indra ada di rumah, lalu bagai mana…Oh God!!! Betapa bodohnya ia.. Shin baru menyadari, lagi – lagi Indra mengerjainya!. dilayangkannya pandangan ke arah Reina yang duduk manis tak jauh darinya. Jujur, gadis itu telah menarik perhatian Shin sejak pertama kali melihatnya. Shin memang ingin sekali ngobrol dan mengenalnya, tapi tidak saat ini! tidak saat Indra tak ada. Entahlah, Shin bingung apakah ia harus mengucapkan terima kasih kepada Indra ataukah justru menghajarnya setelah ia tiba di rumah nanti, yang jelas Shin segera membeli tiket dan menghampiri Reina.
Di dalam bioskop Shin tak bisa menikmati Film yang ditayangkan sedikitpun. Pikirannya didominasi oleh bayangan Reina yang duduk tenang disampingnya menikmati Film. Shin mencoba menyelami hatinya dan mencari kata hati yang sebenarnya, hingga akhirnya ia menemukan kata, aku menyukainya, benar – benar menyukainya!. Tapi, seketika ragu menyergapnya. Bagaimana jika Reina tak menyukaiku? Bagaimana jika kuutarakan perasaanku justru ditolaknya? Perang pikiran berkecamuk di kepala Shin sampai tak terasa film telah selesai dan Shin sama sekali tak mengerti apa yang ditontonnya sodara - sodara!
“Ayo, Shin… mau mampir dulu nggak? Kayaknya di lantai dasar ada makanan yang enak deh! Kamu udah makan?” Reina mengajak Shin ketika menyadari Shin tak juga beranjak dari duduknya. (PeWe niyee..!).
“Eh, e.. Iya.. belum” jawab Shin gelagapan.
Shin mengikuti langkah Reina dengan langkah gemetar. Tiba – tiba sebuah ide gila berkelebat di benaknya. Ia akan menyatakan perasaannya ke Reina, harus!.
Gila lu Shin!
Nggak, gw nggak gila!Nggak! Gw nggak peduli!
Kalau ditolak?
Ah, masa Bodoh ah!
Pikiran –pikiran pro dan kontra di kepala Shin terus berperang. Shin dan Reina memasuki sebuah kafe mungil yang cukup bersih di basement bangunan itu. Selain bersama Reina, Shin juga pernah makan beberapa kali dengan Indra di kafe ini, malah menjadi kafe favorit mereka kalau lapar setelah nonton. Aroma aneka makanan langsung menyergap hidung. Shin memilih tempat duduk paling pojok. Reina mengikutinya. Setelah memesan makanan, otak Shin kembali berputar ke rencana yang terbetik di kepalanya tadi. Inilah saatnya Shin!
“Reina…I....” Shin memulai pembicaraan setelah dua jam di bioskop tadi hampir seluruhnya ia habiskan dengan melamun. Tapi lagi – lagi Kalimat Shin terputus. Shin nggak berani!.
“Ya ?” Reina menunggu kelanjutan kalimat Shin dengan penasaran. Selama beberapa kali bertemu dengan Shin, cowok itu selalu tak banyak bicara. Satu detik, lidah Shin masih kelu. dua detik, tiga detik…
“A…ada orang yang kamu.. sukai?”
Reina terdiam sejenak. Sedangkan Shin? Shin membayangkan bumi akan runtuh menimpanya.
“Ada.” Suara Reina membuat bumi benar – benar runtuh di kepala Shin.
Shin gelagapan. Hilang sudah kata – kata yang dari tadi disusunnya. Reina memang cantik, pintar dan terkenal di kalangan teman – temannya. Namun walau begitu, gadis itu sangat rendah hati. Pernah sekali Shin melihatnya tengah bercakap – cakap dengan seorang murid yang dianggap aneh oleh marid lain, sehingga tak ada yang mau mendekatinya. Tapi Reina tidak, ia selalu bergaul dengan siapa saja, karyawan sekolah sekalipun! jadi wajar saja lain dari pada yang lain, jadi.. wajar saja ia menyukai atau seseorang menyukainya.. kata hati Shin mencoba menahan sesak di dadanya.
“Who is he?”. Shin tak sabar. Shin memang patah hati, tapi setidaknya ia tahu siapa yang telah memikat hati gadis ini. Mungkinkah Indra? Bukankah Indra pernah menelpon dan janjian dengannya? Ataukah Alvin sang ketua Osis yang kerap menjadi partner kerjanya? Ataukah….
“Kok nanya? Emangnya kenapa? “
Shin menggeleng.
“I .. aku..”
Reina menggeleng. Ya, jelas menggeleng, orang belum dikasih tahu! Shin.. Shin…. Reina tersenyum dengan pertanyaan Shin. Ternyata gini ya, Shin kalau sudah panik. Error.
“Lho, terusannya?”
“Ah, nggak, Reina, setelah ini terserah kamu mau benci aku, nggak mau ketemu aku lagi, mau sebel , kesel sama aku atau gimana….”
“Lho emang kenapa Shin? Emangnya kamu punya penyakit menular ya? HIV, AIDS atau apa nih? Orang pengidap AIDS aja nggak boleh dijauhin kok, kok kamu malah dijauhin..”. Jawab Reina asal. Duh, orang lagi serius, ni anak kok jadi becanda.
“Bukan.”
“Trus apa? Kamu mau balik ke Jepang?”
“Bukan, karena… I like you ” Fffh, terucap juga akhirnya kata – kata itu dari mulut Shin. Ia tak bisa membayangkan merahnya mukanya saat mengucapkan kata – kata tadi, mungkin lebih merah daripada cabai!.
Reina masih diam setelah mendengar ucapan Shin.
“Rei, jawab Rei. Aku siap dibenci, aku siap di tolak, tell me…”
“Ya, jalani aja dulu.”
“Mean?”
Reina tak menjawab. Ia hanya mengangguk, tersipu.
“Lho… jadi?” Shin tak percaya dengan pendengarannya. Reina mengangguk meyakinkannya.
“Aku Cuma suka aja ngeliat kamu bingung.” Apa? Shin merasa bumi yang tadi runtuh dapat diangkatnya sendirian. Eh, nggak deng! dengan bantuan Indra. Indra, rasanya tak sabar ia menyelesaikan makannya untuk mengucapkan terima kasih kepada sobat jailnya itu. Langit masih cerah memayungi bumi Jakarta, seindah langit di negeri sakura.

……………bersambung ke part 6…………………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar